Gaya Politikus Muslim

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah,

Politikus itu tidak boeh disamakan dengan hakim dan juga da`i. Sebab masing-masing punya metode komunikasi yang berbeda. Kalau seorang politikus, maka kelebihannya adalah kepiawaian dalam diplomasi. Politikus harus pandai memainkan siasat dalam beragumentasi serta bargaining. Sebab memang demikianlah seni berpolitik itu.

Lain halnya dengan seorang hakim, dia harus tegas dan bersifat hitam putih dalam berkata serta bersikap. Maka kalau ada orang datang kepada hakim bertanya tentang dirinya yang lupa tidak shalat, jawaban seorang hakim adalah orang itu berdosa dan akan disiksa di neraka. Karena telah meninggalkan kewajiban shalat.

Sebaliknya, seorang da`i bila mendengar pengakuan demikian harus punya metode bijak. Dia tidak boleh langsung menuding si penanya sebagai orang fasik dan pendosa, tetapi dia akan menganjurkan kepada orang itu agar lebih meningkatkan perhatian dalam masalah shalat. Sedangkan dosa yang telah lewat akan diampuni Allah Subhanahu Wata`ala manakala meminta ampun.

Demikianlah metode dua orang yang berbeda, yang satu memang harus tegas dalam ketentuan karena terkait dalam masalah hukum, sedangkan yang lain harus pandai mengajak tanpa melukai hati orang yang diajak.

Dan tentu saja seorang politikus harus punya cara dan metode yang sesuai dengan dunianya juga. Sebab memang demikianlah judulnya dunia politik itu. Kalau seorang politikus muslim sejak awal sudah gembar gembor hukum Islam, potong tangan, rajam, cambuk dan seterunya di tengah masyrakat yang masih tercemar dengan islamophobia seperti ini, sangat boleh jadi akan segera berakhir karir politiknya. Sebab masyarakat akan menganggap bahwa hukum Islam itu kejam, sadis, keras dan anti HAM.

Padahal masih banyak sisi syariat Islam lainnya yang sebenarnya sangat digemari masyarakat dan memang dibutuhkan secara real sekarang ini. Seperti pemberantasan korupsi, KKN, keadilan, amanah, pengawasan dan penegakan hukum. Issue-issue ini sebenarnya selaras dengan Islam. Maka ketimbang membenturkan umat dengan isue negatif Islam tentang potong tangan dan sejenisnya, akan lebih baik untuk memperkenalkan issue syariat yang sementara ini sudah dianggap sangat relevan.

Tentu saja semua ini adalah sebuah proses panjang. Kepintaran dan kecerdasan seorang politikus muslim untuk menampilkan issue yang diterima khalayak namun selaras dengan syariat Islam tentu akan memberi added value tersendiri atas diterimanya syariat Islam dalam sistem hukum di negeri ini. Ketimbang dari awal sudah langsung berbenturan dengan umat Islam sendiri karena yang ditampilkan justru yang relatif belum bisa langsung dipahami dan dicerna secara mudah oleh publik umat Islam sendiri.

Maka tema-tema yang lebih mendalam itu lebih baik diangkat oleh mereka yang memang ahli syariah dan pakar hukum Islam dalam wacana dan dialog dengan masyarakat. Sebagai proses pematangan pemahaman ummat atas syarit Islam itu sendiri. Nanti bila wacana ini sudah mulai bisa diterima oleh kalangan luas, giliran politikus muslim yang memperjuangkannya di Legislatif.

Kalau seorang politikus tidak melakukan tembak langsung, memang fungsinya bukan sebagai penyerang, tetapi lebih kepada penjaga gawang atau kiper. Jangan paksa kiper untuk maju ke gawang lawan, bukan tugasnya. Nanti gawang sendiri malah kebobolan. Maka yang penting dilakukan adalah bagi-bagi tugas dan wilayah kerja. Tapi tujuannya tentu satu, kan ?

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Posted in Label: |

0 komentar:

Posting Komentar